Macet is Butterfly Effect


E-mail this post



Remember me (?)



All personal information that you provide here will be governed by the Privacy Policy of Blogger.com. More...



Sebenarnya, gue termasuk orang yang beruntung. Gue biasa jalan kaki ke kantor, sekitar 30 menit. Walk to Work istilah kerennya. 

Tapi, dulu sebelum gue pindah? Wew.. Kalo gue berangkat dari rumah (di bilangan Cinere) sekitar jam 6.30, maka kemungkinan gue akan menempuh perjalanan selama 30-45 menit. Tapi berhubung gue doyan molor, maka seringnya gue berangkat ngantor jam antara jam 8 sampai jam 9. Dan tentu saja, berangkat jam segitu, sama aja dengan janjian kencan sama macet.

Jauh sebelum gue pindah ke Jakarta, ada olok-olok yang bilang kalau hidup di sana, jadi tua di jalan. Kalau Adit bilang hidup itu 24 jam dibagi 3, alias 8 jam buat kerja, 8 jam buat istirahat dan 8 jam sisanya buat keluarga. Itungan itu susah berlaku di sini :)

SO... MACET

Basi ya? Jadi tua di jalanan alias ngomongin macet?

Gimana kalo kita ngomongin duit aja? Hehehe
Let’s see…

- Kerugian waktu = Rp. 4.329 x 2 jam x 7.500.000 orang = Rp. 64.935.000/hari x 313 hari kerja = Rp. 20.324.655.000
- Kerugian BBM (Mobil) = 1.75 Liter x Rp. 4.500 x 2.677.303 Unit Mobil = Rp. 21.083.761.125/hari x 313 hari kerja = Rp. 6.599.217.232.125
- Kerugian BBM (Motor) = 0.35 Liter x Rp. 4.500 x 3.325.790 Unit Motor = Rp. 5.238.119.250/hari x 313 hari kerja = Rp 1.639.531.325.250
- Kerugian Angkutan Penumpang = Rp. 2.364 Triliun per tahun
- Kerugian Kesehatan, perhitungan ADB 1998: Rp 1.79 Triliun dan membengkak dalam 3 kali dalam 10 tahun menjadi Rp. 5.39 triliun
- Kerugian Lingkungan = Rp. 5 triliun

*Kompas, 6 November 2007

Monyong emang. Benar-benar angka yang fantastis kan? Duit segitu, tinggal bikin deposito di bank, bisa deh santai di rumah, duit dari bunga deposito.

Jumlah duit di atas ada estimasi kerugian akibat macet di Jakarta. Itu baru kerugian finansial. Belum kerugian secara psikologis. Dulu tiap pagi, setelah mandi dan inget kalau gue mungkin terjebak macet, sampai di kamar, gue udah pingin tiarap aja di bawah kasur dan bolos ngantor :D

Tell you what. Pernah denger istilah butterfly effect? Ada satu gambaran yang bilang, kalau butterfly effect adalah kejadian dengan kecil, yang kemudian efeknya merambat ke sebuah kejadian yang lebih besar lagi. Satu kepakan sayap kupu-kupu, bisa memengaruhi udara sekitarnya, dan ujungnya bisa jadi tornado.

Let’s see the example below.

Entah kalian sadar atau nggak, tiap hari kita liat butterfly effect di jalanan Jakarta.
Angkot berhenti sembarang tempat buat naikin atau nurunin penumpang = butterfly effect
Orang nyeberang jalan sembarangan = butterfly effect
Motor ambil jalur berlawanan buat nyalip mobil yang macet, trus kesenggol dan jatuh = butterfly effect
Motor naek ke trotoar, dimaki trus berantem sama pejalan kaki = butterfly effect

Dan tornadonya adalah waktu

Gue jabarkan seperti ini, misalnya, sebuah angkot (Daihatsu Hi-Jet dengan kapasitas 10 orang penumpang). Jika satu orang penumpang naik, turun dan bayar angkot (yes, itu termasuk ngasih duit dan minta kembalian. Sopir yang kabur tanpa ngasih kembalia ga masuk itungan. Masuk neraka sih mungkin.. heheh) butuh waktu 10 detik. Maka hitungan sederhananya adalah 10 x 10 detik = 100 detik. Uhm oke, 100 detik kira-kira sama dengan 1.6 menit.

Kita anggap aja satu trayek itu ada 100 armada. Maka kita akan dapat angka baru. 1.6 menit x 100 = 160 menit. Atau 2.6 jam.
Itu baru satu trayek. Pun semisalnya asumsi itu gue potong jadi 5 detik. Kita masih tetap dapat angka sekitar 1.3 jam.

Tiap ruas trayek, berpotensi macet sekitar 1.3 jam. Butterfly effectnya? Well, ruas jalan itu kan nyambung kemana-mana. Alias waktunya bisa jadi fluktuatif, tapi tetap akumulatif.

Oh, let's not forget the fact, kalau di jalanan, bisa ada 3 atau lebih angkutan umum tapi beda tujuan.

Gue amat sepakat dengan tulisan Abun Sanda di Kompas ( berhubung versi onlinenya udah ilang, maka kalian bisa baca artikelnya di sini )

Ada banyak cara untuk memperbaiki sistem transportasi di Jakarta.

Trans-Jakarta is actually good, dan alternatif contra-flow mungkin bisa dipakai (biar yang ambil jalur trans-Jakarta jadi mikir seribu kali kalo mau ambil jalur busway). Dan tentu saja, perbanyak armada dan trayek.

Lalu, ada satu sistem yang gue lihat menarik, adalah sistem traffic congestion system yang dipakai di London *(lewat area congestion harus bayar £8 dan berlaku dari jam 7 pagi sampai 6 petang). Dengan sistem ini, traffic di London bisa turun lebih dari 30%.

Modalnya gede sih. Mereka pake sistem otomatis. Di mana di setiap ruas jalan, ada kamera yang merekam no. kendaraan yang lewat di sana dan otomatis langsung mengkredit biaya. Kalau tidak terdaftar, maka kendaraan tersebut akan kena penalti.

Atau bisa juga diberlakukan regulasi baru pada kepemilikan kendaraan pribadi. Gue males omong teknisnya, tapi yang jelas hal ini dimaksudkan untuk mengendalikan populasi kendaraan di Jakarta, yang mana, makin nggak terkendali (udah liat populasi motor di Jakarta? Ajegilee...)

Well, I guess that's it. Mau diperpanjang lagi kok tiba-tiba energi gue ilang denger mobil saut-sautan klakson di jalanan depan kantor.. :)

*http://en.wikipedia.org/wiki/London_congestion_charge

Labels:


0 Responses to “Macet is Butterfly Effect”

Leave a Reply

      Convert to boldConvert to italicConvert to link

 


Si Tukang Sihir

  • Si penyihir
  • Masih berkeliaran di sekitar Jakarta, DKI, Indonesia
  • naek kopaja sambil ngapalin mantra cepet kaya tanpa kerja... di waktu senggang, duduk di depan komputer, sambil ayun tongkat ke kanan, ayun tongkat ke kiri... wuzz.. keyboard-nya ngetik sendiri...
  • My profile

Mantra Lampau

Kumpulan Mantra

Jaring Laba-laba



Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 2.5 License


Powered by Blogger and Blogger Templates